Jumat, 09 April 2021

Puisi

 Kisah klasik


Aku merasa gelisah tentang 

sebuah perasaan yang tak terdeteksi

Sesuatu yang sederhana namun begitu bergejolak dalam jiwa ini

Kembali teringat pesan cinta yang pernah terdengar lembut ditelingku


Seseorang yang tak asing tetapi kehadirannya begitu misterius bagiku

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu ku hempaskan lagi

Kisah biru itu kembali lagi mengusik ku


Hingga pernah kita mengikat janji

Meski tak tahu rupa hanya menikmati berdua

Ketika mata ini kupejam

Saat itulah mata hati ku dapat melihatnya bertahta di singgasananya

Memperhatikan dari balik dinding langit


Bagiku kamulah permaisuri dunia nyata

Sebuah keajaibanlah yang telah mengantarkannya kepada ku dengan membawa sebuah istana hati untuk kita


Waktu mungkin meninggalkan kenangan

Jarak pasti membatasi, tetapi kesejatian cintalah yang akan membawa kita pada  sebuah keabadian


Aku tahu apapun di dunia ini pasti berubah dan diubahkan oleh zaman tetapi tidak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan cinta kecuali sumber cinta itu sendiri

Adakah yang mampu melakukannya ?...


Wahai langit ceritakan padanya tentang rasa ini

Menarilah bersama gemintang tunjukkan padanya tentang rindu ini

Biarlah Pesona langit melukiskan perasaan ku

Hamparan Lazuardi menambah semaraknya

Katakanlah kepada ku

Dimana sang permaisuri bertahta agar aku pun tahu dimanakah singgasananya...


Kosong tetap...


Aksara Sunyi




Cerpen ? Puisi ? // Edisi Malam Jum'at




TETANGGAKU

---------------


Aku dan keluargaku pindah ke sebuah pemukiman yang terletak jauh dari keramaian dan bising lalu lalang kendaraan.


Rumah baruku berhadapan dengan sebuah rumah yang tampak kumuh dan (sepertinya)  dihuni oleh seorang wanita tua.

Bahkan jendela kamarku menghadap persis ke halaman depan rumahnya.


Sejauh pengamatanku, wanita tua itu tinggal sendirian karena aku tak pernah melihat ada orang lain di rumah itu.


***


Wanita tua itu sering kulihat menghabiskan hari-harinya dengan duduk sendirian di teras rumahnya, sambil berbicara sendiri.

Mulanya aku tak terlalu peduli dengan kebiasaan aneh itu. Tapi lama-kelamaan aku jadi penasaran.


Yang membuatku semakin merasa aneh adalah ketika suatu hari aku lewat depan rumahnya, aku melihat dia tengah mengelus-elus sesuatu di pangkuannya. 


Awalnya aku pikir itu kucing, tetapi ketika aku tiba di rumah dan mengintipnya lewat jendela kamarku, baru kusadari bahwa tidak ada apapun di pangkuannya. 


Ia hanya meletakkan kedua tangannya seolah tengah memangku sesuatu, dan mengelus-elus udara.


Mungkin dulunya ia punya kucing peliharaan, pikirku.


Mungkin juga kucingnya mati dan ia berpikir bahwa kucingnya masih di sana. 


Aku jadi merasa kasihan kepada wanita tua itu.


***


Kemudian, suatu malam ketika aku sedang tidur, sesuatu yang aneh terjadi. 


Aku setengah terbangun karena tanganku  merasakan sesuatu yang berbulu, atau berambut berada di sampingku. 


Sedikit lembut, dingin, dan anyir !


Aku ketakutan dan langsung terbangun. Menyalakan lampu kamar dengan cepat.

Sesaat kemudian, terlihat bayangan kecil berlari keluar lewat pintu kamarku.


Apa itu ??


Ingin sekali berteriak dan membangunkan ayah atau ibu.

Tapi aku malu.


Seketika aku berusaha menenangkan diri.

Berpikir positif bahwa hal itu mungkin saja hanya kucing atau anjing liar yang masuk ke rumah.

Meski aku yakin, itu sangat tidak mungkin.


Aku bangkit dari ranjang, menutup pintu kamar rapat-rapat, dan entahlah, terbersit keinginan untuk mengintip lewat tirai jendela kamar.


***


Bulu kudukku langsung berdiri melihat wanita tua di seberang jalan itu tengah berdiri di trotoar, tepat di bawah lampu jalan. 


Rambutnya yang abu-abu dan panjang itu berkibar tertiup angin. 

Matanya jelas terlihat terbuka lebar, dan ia memandang lurus ke arahku !


Bahkan tangannya memberi isyarat seolah tengah memanggil seseorang. Atau sesuatu ?

Entahlah.


Aku begitu ketakutan dan segera menutup tirai jendelaku rapat-rapat.


Cukup lama aku berusaha tenang kembali, sambil terus berharap wanita tua itu segera pergi.


Dan aku kembali mengingat bayangan kecil yang tadi keluar dari kamarku.

Sepertinya, bayangan kecil itu tidak terlihat seperti kucing atau anjing.

Dan… bayangan itu, seingatku lebih mirip menggelinding ketimbang berlari.


Ahh sudahlah, bulu kudukku berdiri lagi.


***


Pagi harinya, aku bangun dan turun untuk sarapan. 

Aku tak bercerita apapun pada orang tuaku. 


Hanya saja, ayah sempat bertanya kenapa semalam pintu kamarku terbuka berkali-kali.

Kujawab saja, aku lupa menutupnya lagi usai mengambil air minum di dapur.

Padahal seingatku, aku sudah menguncinya.


Dalam perjalanan menuju sekolah, aku melewati rumah wanita tua itu lagi. 

Seperti biasa, ia duduk di teras rumah, berbicara sendiri, dan mengelus-elus sesuatu yang tak terlihat di pangkuannya.


Ketika aku melewatinya,  samar-samar terdengar ia  berbicara, “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau pergi dariku tadi malam? Lihatlah, kau menakuti gadis itu!”


Perasaanku mulai tidak enak, dan aku mulai gemetar. Segera berlari pergi.


***


Di sekolah, aku mencoba bertanya pada teman-temanku tentang wanita tua itu. 


Teman-temanku terkejut ketika aku menanyakan itu dan mengaku tidak ada yang tahu pasti tentangnya, kecuali bahwa perempuan yang tinggal di rumah itu adalah pasien rumah sakit jiwa.


Aku merasa, teman-teman di sekolahku seperti menyembunyikan sesuatu.

Bahkan salah seorang dari mereka bertanya apakah aku merasakan hal aneh di rumahku.


Tentu saja aku bilang tidak.

Aku tak mau dianggap penakut hanya karena semalam ada sesuatu yang menggelinding keluar kamarku.


***


Saat pulang sekolah dan tiba di rumah, ayah tampak sedang berbincang-bincang dengan pak Warsito, hansip yang sudah tinggal lumayan lama di pemukiman ini.


Ketika aku mendesak ayah untuk bertanya padanya tentang rumah tua di seberang jalan itu, pak Warsito terlihat heran melihatku dan menceritakan hal yang membuatku merinding.


Katanya, rumah itu dulu dihuni pasangan suami istri yang sangat harmonis dan dihormati.

Sang istri yang bernama Dini, adalah perempuan ramah dan kerap membantu tetangga di sini. 

Sedangkan suaminya diketahui bekerja sebagai supervisor di sebuah pabrik garmen.


Lalu semua berubah.

Suatu hari, Dini baru pulang dari pasar dan mendapati suaminya berselingkuh dengan Citra, perempuan muda pekerja tempat hiburan, yang konon tinggal di rumah yang kutempati sekarang.


Saat itu, Dini hanya diam saja melihat perselingkuhan suaminya.


***


Lalu suatu hari usai Maghrib, saat suaminya tengah asyik menonton televisi, Dini mengambil kapak dari gudang dan membabi buta menyerang suaminya.

Saat suaminya terkapar, dengan sadis Dini memenggal kepala suaminya.


Tak hanya itu, Dini lalu berjalan santai menuju rumah Citra, menerobos masuk, dan juga memenggal kepala perempuan itu.

Dini bahkan menenteng kepala Citra keluar sambil terbahak-bahak, dan memajangnya tepat di depan rumah Citra.


Tetangga yang melihat kejadian itu berteriak ngeri dan segera melapor ke polisi.

Tak ada yang berani mendekat, tak terkecuali pak Warsito.

Semua ketakutan melihat wajah Dini yang begitu beringas menyeramkan.

Mereka hanya mampu berjaga-jaga supaya Dini tidak kabur sambil menunggu polisi tiba.


Ketika polisi datang, Dini duduk santai di teras rumahnya sambil tersenyum menyeringai.


Rambutnya terurai, wajahnya penuh cipratan darah, dan kepala sang suami berada di pangkuannya.


Dini mengelus kepala suaminya yang terpenggal itu sambil berkata, "Lihatlah kepala perempuanmu itu sayang, dia iri bahkan sampai melotot melihat kemesraan kita."


Dan terakhir, pak Warsito berkata bahwa Dini meninggal di rumah sakit jiwa ... setahun yang lalu.


T A M A T

 

***



Solo, 08 April  2021


Filosofi Kopi

 


SECANGKIR KOPI

Oleh : Pakdhe



Apalah arti secangkir kopi

Bila senyum hanya merona di pipi


Aroma rasa harusnya nikmat dan wangi

Tapi sendiri mendulang asa tanpa cahaya menerangi


Pahit memang kopi sejati

Manis legitnya hidup bergantung diri mengerti arti


Menjajah jiwa mengambil makna

Melangkah hati penuh terjal menuju sempurna


Secangkir kopi

Teman sejati menikmati sepi


Canda tawa hidup gemuruh

Pikiran tajam membelah angan begitu rapuh


Bisingnya hati memukul genderang mau perang

Kemauan jiwa silih berganti selalu datang


Apalah arti secangkir kopi menemani

Rasa dingin terus saja dijalani


Jiwa dan hati menepi

Akulah secangkir kopi


Jiwa sendiri

Cinta mandiri


Semarang, 10 April 2021

04:02

#KopiPuisi

Sepenggal Puisi

 Untuk Kamu


Kamu

Seiring berjalannya waktu membuat aku terbiasa akan kasih sayangmu

Segala humor kau selipkan setiap pembicaraan kita.


Kehadiranmu selalu menghadirkan kegundahan

Seandainya aku boleh bertanya

Apakah arti rasa ku hingga kini aku melangkah tak tentu arah?


Kala itu mampu membuat aku terdiam seribu bahasa

Merubah aku menjadi manusia pemarah

Memiliki prasangka dan rasa cemburu buta


Aku hanyalah si penikmat rindumu

Bagai angin yang membawanya padaku

Menyebar sebagai saraf di kepalaku

Yang memaki sanubari akan dirimu


Rindu ini memikat

Membuat diriku semakin terikat

Canda tawamu selalu ada

Dalam logika

Di dalam hati dan raga


Andai bisa kuminta

Agar jarak ini semakin mendekat

Hingga tak akan ada sekat.


.

.

.

10/04/2021






Inilah Suara Dari Masyarakat Flores Timur untuk Presiden RI // Bapak Jokowi

 Sepanjang sejarah, Jokowi Presiden Pertama yang menginjakan kaki di Pulau Adonara. Saking antusiasnya warga di lokasi, di hadapan Jokowi warga berteriak "Jokowi...Jokowi...Presiden Seumur Hidup"


Kehadirannya di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur memberi penghiburan yang terbaik bagi korban banjir bandang dan tanah longsor. Air matanya yang menetes di Tanah Adonara, di Lamanele, lokasi duka mendera, menjadi kekuatan tersendiri untuk bangkit.






Wow 🤗🤔 Ada yang Baru ni guys

 Jangan Lupa Kunjungi Channel YouTube Saya Guys...

Cek di sini yah guys


Kunjungi juga Profil saya yah

Instagram Di Sini

Kunjungi juga Facebook

Cek di sini



Ayoo Mabar guys
Ayoo Mabar guys